Berita

  • Home
  • Content
  • West Sumbawa Tourism
Logo Compilation

Wednesday 29 August 2012

China is the champion in Badminton London 2012

China Urutan Teratas
Kamis, 09/08/2012 | 07:01 WIB

Usai cabang olahraga Bulutangkis selesai di pertandingkan di Olimpiade 2012, negara China masih tetap menjadi yang terbaik. Sejak bulutangkis mulai di pertandingkan di Barcelona pada tahun 1992, China masih merajai perolehan medali. Tak hanya medali emas, tim China juga masih menjadi pengumpul terbanyak untuk medali perak dan perunggu.

Sukses China di perkuat dengan melakukan sapu bersih medali emas di cabang olahraga bulutangkis Olimpiade London 2012. Hal ini yang membuat China masih bertengger di peringkat teratas dalam daftar pengumpul medali terbanyak. Total medali emas yang di rebut China sampai olimpiade London 2012 berjumlah 16 keping. 

Pada tahun 1992, di saat tahun pertama bulutangkis di pertandingkan di olimpiade, China datang  dengan tanpa medali emas. Di tahun ini, Indonesia berjaya dengan meraih dua medali emas melalui nomor tunggal putra putri. Alan Budi Kusuma menjadi atlet pertama yang mampu meraih medali emas di cabang olahraga bulutangkis. Susi Susanti menggenapinya untuk nomor tunggal putri. Dua emas lainnya di nomor ganda putra putri di rebut Korea Selatan.

Di tahun kedua, atau tepatnya pada tahun 1996 saat olimpiade di laksanakan di Atlanta, Amerika Serikat, ganda putri fenomenal China Ge Fei/Gu Jun menjadi penyelamat muka China. Satu-satunya medali  emas di raih China melalui keperkasaan Ge Fei/Gu Jun. Korea Selatan masa itu menjadi negara pengumpul medali terbanyak di cabang olahraga bulutangkis dengan raihan 3 medali emas. Sementara Indonesia memperoleh satu medali emas melaui ganda putra Ricky Subagja/Rexy Mainaky.


Sumber foto: m.tribunnews.com

Gebrakan China mulai tampak di tahun ketiga. Sydney, Australia menjadi saksi kekuatan China. Di awal era milenium, China unjuk gigi dengan meraih empat medali emas dan hanya menyisakan satu medali emas untuk Indonesia. Medali emas Indonesia di persembahkan oleh pasangan Tony Gunawan/Candra Wijaya.

Di tahun2004, saat Athena, Yunani berkesempatan menjadi tuan rumah, lagi-lagi China menjadi juara umum dengan menggondol tiga medali emas. Sisa medali di rebut oleh Indonesia dan Korea Selatan. Taufik Hidayat di tahun ini mampu merebut medali emas untuk nomor tunggal putra. Sedangkan emas ganda putra di rebut pasangan Kim Dong Moon/Ha Tae Kwon.

Indonesia melalui ganda putra Markis Kido/Hendra Setiawan menjadi penyelamat dari aksi sapu bersih tim China di tahun 2008. Di hadapan publiknya sendiri, ganda putra Indonesia mempecundangi Cai Yun/Fu Haifeng yang berusaha menggenapi empat keping medali emas yang telah di borong China.

Puncak kejayaan China terjadi dti tahun 2012. Impian China untuk menyapu bersih medali emas cabang olahraga bulutangkis akhirnya menjadi kenyataan. Lima medali emas dari lima nomor yang dipertandingkan semuanya di borong negeri tirai bambu.

Secara keseluruhan, China masih menjadi juara umum dengan perolehan 16 medali emas, 8 perak dan 14 Perunggu. Indonesia meski gagal meraih medali pada olimpiade London 2012 masih menjadi pengumpul medali terbanyak kedua dengan enam medali emas, tujuh perak dan empat perunggu. Korea Selatan berada berikutnya pada peringkat ketiga. Sama-sama memperoleh medali 6 emas dengan Indonesia, Korea kalah dalam raihan medali perak. Korea Selatan hanya mendapat 6 medali perak dan 7 medali perunggu. Denmark menempati peringkat ke empat dengan 1 medali emas, dua perak dan 5 perunggu. Posisi lima besar di duduki oleh Malaysia. Malaysia hanya berhasil mendulang 3 medali perak dan 2 medali perunggu. India, Rusia dan Jepang mulai menjadi negara yang mampu meraih medali. (AR)






KOMENTAR ANDA
Bl_annisa : Pelatih China itu dulu menjadi pelatih Indonesia.
Jum'at, 10/08/2012 | 20:48 WIB
Zhang nan : Rahasia apakah di balik kesuksesan China?
Kamis, 09/08/2012 | 18:45 WIB

ditemukan bom rakitan di lokasi tragedi sampang


Vonis 15 Tahun untuk Afriyani

Vonis 15 Tahun untuk Afriyani Dipertanyakan

Rochmanuddin
29/08/2012 13:40
Liputan6.com, Jakarta: Keluarga korban kecelakaan "Xenia maut", kecewa dengan putusan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dijatuhkan kepada terdakwa tabrakan Xenia Maut, Afriyani Susanti yang menerima hukuman 15 tahun penjara hari ini, Rabu (29/8).

Mulyadi, ayah korban almarhum Ari mengaku kecewa atas putusan sidang yang dipimpin Majelis Hakim Antonius Widyanto. Ia berharap, Afriyani divonis minimal 20 tahun penjara. "Kemana itu narkobanya padahal saat kejadian saya melihat narkobanya. Waktu itu di rumah sakit juga ada, Saya lihat itu ada narkoba, ini ada apa? ko gak ada narkobanya, saya mempertanyakan itu," ujar Mulyadi usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (29/8).

Mulyadi juga menuding, ada permainan yang tidak fair antara hakim dengan pihak Afriyani. "Kayaknya hakim main semua ini. Saya lihat sendiri ada narkoba kok, pada saat itu saya mau foto, cuma lowbat, kenapa ini gak dikenain?," ujar Mulyadi mempertanyakan.

Menurut Mulyadi, hukuman Afriyani tidak sebanding dengan tindakan yang telah menewaskan 9 korban itu. Padahal, ia berharap Afriyani mendapat hukuman seumur hidup atau minimal 20 tahun. "Ini kan manusia bukan binatang. Minimal 20 tahun kalau gak seumur hidup. Kami akan naik banding," ujarnya.

Hal sama juga diakui Ria, kaka korban M Akbar. Ia mengaku sangat kecewa dengan putusan vonis yang dijatuhkan kepada Afriyani. Menurutnya, hukuman 15 tahun terlalu ringan bagi Afriyani. "Ini apaan? 20 tahun saja sudah ringan, saya ga terima hukuman 15 tahun," ujar Ria dengan nada kesal. (ARI)

westsumbawatourism


WEST SUMBAWA REGENCY

Get Biger Image      West Sumbawa Regency TOURISM keeps improving, facing Visit Lombok Sumbawa 2012 through the Department of Energy and Mineral Resources of Culture and Tourism development of KSB (West Sumbawa Regency) cannot be separated from the promotion and introduction potential tourism site to all enthusiasts as well as observers of tourism, and without exception of West Sumbawa society anywhere. One obvious step of promotion of tourism site is by employing technology information by expectation be able to support other technique promotions which have been undertaken. For future, we receive constuctive suggestion to develop progression of tourism and the area, through this website, we invite all society to always promote and sound the tourism of West Sumbawa. Read More »

FEATURE DESTINATION

TURTLE LAYING TATAR – SEPANG
Location of special interest include Mawil Beach, Coastal Selambeta and Beach Labewe in
GEOTOURISM GREEN STONE MINE
Batu Hijau Mine Company is a mineral mine with mechanical devices. Since the
JEREWEH (PANTAI JELENGA)
Jelenga beach which is administratively belonged into the territory of the Beru village.
 
MALUK (PANTAI PASIR PUTIH)
The beach is located on the circumference of mine which has white sandy
SEKONGKANG
Sekongkang is the only district in the southern part of West Sumbawa regency,
GUA MUMBER
One of the benefits the West Sumbawa Regency is by having Travel Destinations

Monday 27 August 2012

merdeka.com

Kubu Jokowi temukan 37 kasus pemilih ganda

Kubu Jokowi temukan 37 kasus pemilih ganda
Penghitungan Surat Suara di Kelurahan manggarai. ©2012 Merdeka.com/imam buhori
 
201
Reporter: Vincent Asido Panggabean


Rapat pleno penetapan daftar pemilih tambahan khusus untuk putaran kedua Pilgub DKI Jakarta harus ditunda oleh KPU DKI Jakarta. Pasalnya, kubu pasangan Jokowi-Ahok masih menemukan nama pemilih ganda.

"Di Jakarta Pusat ada empat kasus, Jakarta Selatan ada empat kasus, di Jakarta Barat ada delapan kasus, di Jakarta Timur agak banyak ada 20 kasus, di Jakarta Utara ada satu kasus. Jadi total ada 37 kasus nama pemilih bermasalah," kata tim advokasi pasangan Jokowi-Basuki, Denny Iskandar, di sela-sela rapat, di Kantor KPU DKI Jakarta, Selasa (7/8).

Denny mengaku akan mengkonfrontir dua nama yang memiliki alamat yang sama. "Saya mau cek nama Edi coswal Napitupulu dan Heni Sumowati, di mana dengan alamat yang sama namun NIK berbeda," jelas Denny.

Hal itu diakui Ketua KPU DKI Jakarta, Dahliah Umar. Dia mengatakan, temuan-temuan terkait nama daftar pemilih yang bermasalah masih banyak ditemukan.

"Sebenarnya kami menemukan sangat banyak. Di Jakarta Barat saja ada ratusan dan saya tidak tahu apa niat mereka mendaftar dua kali. Tapi mereka mendaftar betul-betul, tapi di kelurahan atau kecamatan yang berbeda," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Pokja Pemutakhiran Data Pemilih KPU DKI Jakarta, Aminullah mengaku masih menemukan nama-nama yang telah dicoret dari daftar pemilih tambahan khusus yang telah didapat KPU DKI.

"Sampai dengan 4 Agustus pukul 24.00 WIB, kami menemukan dari nama-nama yang ada ternyata ganda. Seperti di Jakarta Timur ada 22 nama, yang sudah masuk dalam DPT putaran pertama. sehingga 22 nama ini tidak kami masukan ke dalam daftar pemilih tambahan. Semoga saja nama-nama dari kubu Jokowi sama dengan hasil validasi kita," jelasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, adanya sejumlah nama yang dicoret dikarenakan adanya pemilih yang berusia 17 tahun setelah tanggal 11 Juli.

"Seperti di wilayah Jakarta Utara, di mana ada 11 nama dari daftar pemilih tambahan khusus yang baru berusia 17 tahun setelah 11 juli. Sehingga ada 33 nama lagi yang tidak memenuhi syarat pada pemilu putaran kedua. Jadi total pemilih tambahan khusus ada 34.616 pemilih tambahan khusus dari pengurangan 33 nama yang tidak memenuhi syarat untuk masuk ke putaran kedua," pungkasnya.

Politik story

Coba saudara cari data di internet mengenai partai-partai politik yang eksis di negara-negara seluruh dunia ini, misalnya di http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_political_parties_by_country. Di situ saudara akan memperoleh informasi bahwa partai politik ada di hampir semua negara. Dapatkah saudara menyebutkan 20 negara yang tidak memiliki partai politik?

Apa definisi partai politik itu?

Definisi pertama di abad ke-18, yakni dari Sir Edmund Burke: Di dalam buku yang berjudul Thoughts on the Cause of the Present Discontent, (Pemikiran atas Sebab-sebab Kekecewaan di Masa Kini) yang diterbitkan pada tahun 1770, Edmund Burke merumuskan definisi partai politik sebagai, “an organized assembly of men, united for working together for the national interest, according to the particular principle they agreed upon.” (sebuah majelis [yang beranggotakan] orang-orang yang terorganisir, yang bersatu untuk bekerja sama demi mewujudkan kepentingan nasional menurut asas-asas tertentu yang mereka sepakati).

Sementara itu pada tahun 1816, Benjamin Constant merumuskan definisi partai politik secara ideologis, yang kemudian setelahnya hanya tepat untuk partai-partai yang mempunyai, atau lekat pada golongan ideologi-ideologi besar, tetapi tidak untuk partai opportunist atau pragmatic, yang hanya peduli pada akses menuju kekuasaan ketimbang doktrin atau ideologi politik. Baginya, sebuah partai politik adalah “a reunion of men professing the same political doctrine.” (sebuah pertemuan kembali (reuni) orang-orang yang mempunyai doktrin politik yang sama).

Kaum Marxis menggunakan definisi yang berhubugan dengan aksioma sentral doktrin sosialismenya, yakni politik sebagai perjuangan kelas: “a political party is the organization of the most conscious elements of a social class.” (sebuah partai politik adalah organisasi dari elemen-elemen paling tergugah terhadap [masalah] kelas sosial).

Max Weber setuju dengan fungsi partai politik sebagaimana disampaikan oleh Burke, (realisasi dari cita politik), tetapi diperluasnya dengan memasukkan partai-partai yang digerakkan oleh kepentingan material. Menurut Weber sebuah partai adalah “an associative relation, and affiliation based on free recruitment. Its goal is to ensure the power for its leaders within an institutionalized group, having as aim the realization of an ideal or obtaining material advantages for its militants.” (sebuah hubungan dan pemihakan asosiatif yang didasarkan para rekrutmen bebas. Tujuannya adalah untuk memastikan [diperolehnya] kekuasaan bagi para pemimpinnya [yang ada] di dalam kelompok terlembaga, yang memiliki tujuan untuk mewujudkan suatu cita-cita atau mendapatkan keuntungan-keuntungan bagi para pendukung setianya).

Setelah Perang Dunia II (1945-) para sarjana politik dan pemeliti lain memusatkan pehatian lebih pada hakikat teknis dan elektoral dari partai politik. Misalnya bagi Anthony Downs, sebuah partai politik adalah “a team of men seeking to control the governing apparatus by gaining offices in a duly constituted election”. (suatu tim [beranggotakan] orang-orang yang mencari [kekuasaan untuk] mengendalikan aparat-aparat pemerintahan dengan cara menduduki kursi-kursi kekuasaan dalam sebuah pemilihan yang tertib dan teratur).

Secara tradisional, para ilmuwan politik telah memusatkan perhatian pada peran partai politik sebagai instrumen untuk menawarkan kandidat dalam pemilihan umum untuk menduduki jabatan publik. William J. Crotty mendefinisikan partai politik sebagai:

“A political party is a formally organized group that performs the functions of educating the public to acceptance of the system as well as the more immediate implications of policy concerns, that recruits and promotes individuals for public office, and that provides a comprehensive linkage function between the public and governmental decisionmakers.”[1] (Partai politik adalah kelompok yang terorganisasi secara formal yang menunjukkan fungsi mendidik publik untuk menerima sistem dan juga implikasi yang lebih langsung dari penerapan kebijakan, yang merekrut dan mengajukan seseorang bagi untuk menduduki publik, dan yang menyediakan fungsi penautan komprehensif antara publik dengan pengambil keputusan di pemerintahan).

Mirip dengan itu, menurut James C. Coleman, sebuah partai politik adalah: “an association that competes with other similar associations in periodic elections in order to participate in formal government institutions and thereby influence and control the personnel and policy of government.” (suatu asosiasi yang berkompetisi dengan asosiasi semacamnya dalam pemilihan umum yang periodik dengan tujuan ikut serta dalam lembaga-lembaga pemerintahan formal dan dengan demikian memengaruhi dan mengendalikan personil dan kebijakan pemerintah).

Namun, tidak semua pakar politik setuju bahwa partisipasi adalah kriteria penentu partai politik. Neuman menggunakan definisi yang lebih luas, yakni bahwa partai politik adalah: “the articulate organization of society’s active political agents, those who are concerned with the control of governmental power and who compete for popular support with another group or groups holding divergent views.” [2](organisasi agen-agen politik masyarakat yang artikulatif dan peduli dengan pengendalian kekuasaan pemerintah dan yang berkompetisi meraih dukungan rakyat dengan kelompok atau kelompok yang memiliki pandangan [politik] berbeda).

Terlebih, di banyak negara, partai politik memangsa (baca: menguasai) pemilihan umum elections and hak pilih universal (universal suffrage). Leo Suryadinata mencatat bahwa di dalam masyarakat non-Barat, definisi baku “partai politik” menurut orang Barat itu terbatas kegunaannya. Dia menyatakan bahwa fungsi-fungsi dari suatu organisasi seharusnya menjadi aspek esensial [untuk memahami organisasi] dan bahwa suatu organisasi [politik] harus mempunyai fungsi sebagai partai politik tanpa harus secara formal menyatakan dirinya sebagai partai politik.[3]

Di sini kadang kita masih memerlukan perbandingan untuk benar-benar memahami ciri khas partai politik dibandingkan organisasi sosial lainnya. Sebuah partai politik adalah sekelompok orang yang terorganisir untuk tujuan memenangi kekuasaan pemerintah, dengan melalui pemilihan umum atau cara lain. Kadang pemahaman kita tentang partai politik campur-aduk dengan pemahaman tentang kelompok kepentingan dan gerakan politik.

Setidaknya ada 4 (empat) ciri yang membedakan antara partai politik dan kelompok lainnya, yakni:[4]

1. Partai politik bertujuan untuk mendapatkan dengan memenangi jabatan-jabatan politik (partai kecil dengan begitu mungkin menggunakan pemilihan umum lebih ditujukan untuk memperkenalkan platform-nya ketimbang memenangi kekuasaan);
2. Partai politik adalah badan terorganisir dengan “kartu anggota” formal. Ini membedakannya dengan gerakan politik yang lebih luas dan lebih campur aduk;
3. Partai politik biasanya memanfaatkan banyak isu, menaruh perhatian pada aspek apa pun yang dikerjakan oleh pemerintah (tetapi partai kecil biasanya memilih isu tunggal sehingga mirip dengan kelompok kepentingan); dan,
4. Dengan derajat yang bervariasi, partai-partai disatukan dengan pilihan-pilihan politik yang sama dan suatu identitas ideologi umum.

Menggunakan pendekatan sistemik dan struktural-fungsional, partai politik adalah sebuah infrastruktur (prasarana) yang dapat mematangkan orang-orang yang sebelumnya telah “dididik” di dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan atau kelompok-kelompok kepentingan. Sebagai infrastruktur, partai politik dengan demikian merupakan instrumen yang diperlukan untuk menghasilkan pemerintahan (suprastruktur).

Perkembangan partai politik

Dalam konsep pembangunan politik, terutama berdasarkan pemikiran Samuel P. Huntington[5] terdapat tiga kata kunci yakni diferensiasi struktural, sekularisasi kultural, dan partisipasi politik. Sekularisasi kultural adalah proses perubahan legitimasi politik, dari “atas” (baca: tuhan, dewa, agama, nabi, pokoknya segala sesuatu yang adimanusiawi) menjadi legitimasi oleh rakyat.[6] Sekularisasi kultural antara lain berupa rasionalisasi kekuasaan. Sedangkan partisipasi politik adalah semakin terlibatnya rakyat pada pengambilan keputusan publik.[7] Konsep pembangunan politik sendiri artinya adalah perubahan masyarakat dari sistem politik tradisional menuju sistem politik modern yang maju. Diferensiasi adalah meningkatnya spesialisasi subsistem dan lembaga-lembaga di dalam masyarakat.[8] Jika kita sependapat bahwa yang disebut “pembangunan politik” parameternya yakni ketiga kata kunci di atas, maka partai politik merupakan salah satu proses peragaman (diferensiasi) struktur elit politik.[9]

Dalam perkembangannya, embrio partai politik berupa sekumpulan “faksi.” Faksi ialah subsistem dalam sistem partai, yang terbentuk berupa sekelompok orang yang biasanya memiliki kedekatan primordial (keluarga, suku, agama, ras), kesamaan ideologis (ideal), atau kesamaan kepentingan (oportunis, pragmatis). Biasanya faksi dipimpin oleh para pendiri (founding persons) partai itu. Faksi-faksi bukanlah partai, atau setidaknya, pemimpin dan anggota faksi itu sependapat bahwa untuk menjadi sebuah partai masih sangat sedikit sumber daya atau daya dukungnya. Jadi sekalipun berbasis sebuah organisasi sosial atau kelompok kepentingan yang relatif besar, namun untuk menjadi sebuah partai dipandang belum memenuhi syarat minimum, terutama keluasan dukungannya. Namun, ketika faksi-faksi tadi sepakat berkumpul di dalam sebuah badan yang lebih komprehensif, maka terbentuklah sebuah partai politik.[10] Tahapan-tahapan berkembangnya partai politik selanjutnya yakni:[11]

1. Faksionalisasi (“partai” di dalam partai)
2. Polarisasi (peng-kutub-an)
3. Ekstensifikasi (perluasan)
4. Institusionalisasi (pelembagaan)

Faksionalisasi: pada tahapan ini, konflik internal sebuah partai berkutat pada perebutan pengaruh dan wewenang untuk mengendalikan partai yang berakar pada kekuatan faksi-faksi yang tarik-menarik satu sama lain. Apabila dalam proses ini terdapat faksi yang kuat namun menganggap kewenangan diperolehnya tidak proporsional (misalnya kalah karena faksi-faksi lain berkoalisi), dapat terjadi pembangkangan yang berujung pada terpecahnya partai, yakni faksi yang tidak puas tadi akan memisahkan diri, keluar dari partai tersebut dan membentuk partai sendiri. Namun apabila terjadi keselarasan kepentingan dan masing-masing faksi memandang bahwa kewenangan yang mereka peroleh proporsional, maka partai itu akan tetap utuh dan berkembang. Dalam pengertian koalisi, ini sering diistilahkan koalisi tetap atau jangka panjang, dan dalam istilah fusi (penyatuan) sering disebut fusi tuntas (penyatuan sepenuhnya).

Polarisasi: Dengan melewati krisis faksionalisasi, maka eksponen partai tersebut tidak lagi membicarakan dari sudut pandang faksi asal-usulnya, namun kemudian muncul tantangan krisis berikutnya, yakni perdebatan antara kaum tua di partai (biasanya juga para pendiri partai) dengan kaum muda (kader). Kaum tua biasanya bersikap lebih konservatif ketimbang kaum muda. Perbedaan pandangan antara kutub kaum tua dan utub kaum muda partai tersebut apabila tidak ditemukan jalan keluarnya maka partai itu akan terancam pecah. Kaum muda yang tidak puas dapat keluar dan membentuk partai baru, sementara itu dapat pula sebaliknya kaum tua yang keluar dan membentuk partai baru. Namun apabila ditemukan pemecahan masalahnya, maka partai itu akan semakin kokoh berdiri, bukan hanya melupakan faksi-faksi, juga mereka meminggirkan konflik antara kaum muda yang progresif dan kaum tua yang konservatif. Mereka kemudian lebih mendasarkan diri pada paltform partai atau visi-misi partai tersebut.

Ekstensifikasi: Partai politik yang berhasil melewati krisis polarisasi akan menghadapi tantangan berikutnya yakni ekstensifikasi (perluasan). Dalam rangka mendapatkan legitimasi politik yang semakin kokoh yang pada gilirannya akan memperbanyak dukungan politik, sebuah partai akan melakukan ekstensifikasi. Perluasan partai tersebut dapat berupa diversifikasi struktur partai, misalnya pendirian organisasi-organisasi sayap (underbow) partai untuk menampung hasil rekrutmen secara lebih luas.

Dalam tahap ini biasanya terjadi moderatisasi ideologi partai, yakni partai yang tadinya radikal (pendukungnya sedikit) mengendorkan radikalitasnya untuk mengkooptasi segmen massa atau kader yang lebih moderat (baca: oportunis, pragmatis). Namun upaya ini belum tentu berhasil, sebab sebuah partai kadang sudah memiliki beban sejarah dan beban ideologisnya sendiri sehingga tidak mudah bagi segmen moderat itu untuk bergabung. Apabila partai tidak berhasil melakukan ekstensifikasi, maka resikonya akan mengalami satu di antara dua kemungkinan: pertama, partai itu akan stagnan (mandeg). Kedua, apabila stagnasi itu menimbulkan ketidakpuasan pada sebagian eksponen partai, maka partai dapat terpecah.

Institusionalisasi: Partai politik yang berhasil melakukan ekstensifikasi akan memfokuskan diri untuk mengelaborasi platform partai menjadi mekanisme, prosedur, aturan yang semakin jelas dan terlembaga. Dalam tahapan ini partai bukan lagi dilekatkan pada figur tertentu, atau pada kelompok tertentu, namun partai sudah sampai pada tahap “siapa pun harus tunduk dan patuh pada aturan partai.” Partai berjalan di atas konstitusi, bukan di atas kehendak seseorang atau sekelompok orang. Kalau sebuah partai politik dapat mencapai tahapan ini, biasanya partai itu akan berusia panjang. Namun kembali lagi, apabila partai gagal melakukannya, maka resiko ketidakpuasan akan dapat memicu kembali perpecahan partai.

[1] Udofia, O. E.. “Nigerian Political Parties: Their Role in Modernizing the Political System, 1920-1966” dalam Journal of Black Studies, Vol. 11, No. 4. (Jun., 1981), hal. 435-447.

[2] Martz, John D.. Dilemmas in the Study of Latin American Political Parties in The Journal of Politics, Vol. 26, No. 3. (Aug., 1964), pp. 509-531.

[3] Misalnya di negara sedang berkembang, militer kadang berfungsi seperti sebuah partai politik.

[4] Andrew Heywood, Politics, Macmillan, London 1997, hal. 230. Cermati pula Undang-undang Partai Politik di Indonesia, misalnya di http://www.depdagri.go.id/konten.php?nama=ProdukHukum

[5] Samuel Huntington, Political Order in Changing Societies, New Haven, Yale University Press, 1968.

[6] Baca Reinhard Bendix, Kings or People, Power and Mandate to Rule, 

[7] Baca Robert Dahl, Polyarchy, Participation and Opposition, New Haven, London, 1971.

[8] Misalnya lihat di http://www.encyclopedia.com/doc/1O88-structuraldifferentiation.html


[9] Dalam istilah Dahl disebut “contestation” (persaingan). Baca Dahl, op. cit.

[10] Misalnya fusi partai politik tahun 1971 di Indonesia menunjukkan bahwa faksi-faksi Parmusi, NU, PSII dan Perti bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP); Faksi-faksi PNI, Murba, IPKI, Partai Katolik dan Partai Kristen Indonesia (Parkindo) berfusi menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Lihat http://www.fpdiperjuangan.or.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=127&Itemid=26 

[11] Diringkas dari Huntington, op. cit.